Thursday, October 30, 2008

1973 (James Blunt)

Singing this song tonight...

1973 (James Blunt)

Simona
You're getting older
Your journey's been
Etched on your skin

Simona
Wish I had known that
What seemed so strong
Has been and gone

I would call you up every Saturday night
And we both stayed out 'til the morning light
And we sang, "Here we go again"
And though time goes by
I will always be
In a club with you
In 1973
Singing "Here we go again"

Simona
Wish I was sober
So I could see clearly now
The rain has gone

Simona
I guess it's over
My memory plays our tune
The same old song

And though time goes by
I will always be
In a club with you
In 1973

Wednesday, October 29, 2008

Sebaik-baiknya dirimu...

Tau lagu "Laskar Pelangi"-nya Nidji? Wow, I love that song...
Dan "laskar pelangi" menemaniku menulis tulisan kali ini.

Kemarin seorang teman lama bertanya padaku via YM.
Temanku itu baru saja melahirkan anak pertamanya dan sedang menjalani cuti melahirkan.
Dia bertanya apakah aku tidak bosan di rumah saja mengurus rumah dan anak.
Dia bercerita bahwa dia ingin resign tapi takut nanti akan jenuh 'hanya' sebagai ibu rumah tangga.
Saat itu aku belum sempat menjawab karena sedang "busy with my children", itu status di YMku :)
Saat akan kujawab dia sudah offline.

Pertanyaannya membuatku berpikir lama.

Aku sudah menikah dengan Dewo berapa lama ya?
Hmmm, September this year, our 5th anniversary.
Aku menikah 2 bulan setelah wisuda tahun 2003.
dan langsung ditarik kemanapun papahnya Damar dan Dimas pergi ^_^

Dua bulan setelah menikah, sudah ada damar di foto USG itu.
Sayang, Kai'nya, almarhum papahku tercinta tidak sempat menggendong cucu-cucunya...
Saat itu, dengan segala "it's complicated"-nya dan surprise-surprise yang ada kuputuskan menjadi stay-at-home mom saja.

Yang protes? Banyak.
Mulai dari mamahku, keluarga besarku, teman-teman, tetangga...
" Buat apa kuliah tinggi-tinggi?"
"Jadi perempuan kudu mandiri!"
"In case anything happen..."

Dulu sempat sebal, sempat sesak dadanya, sempat mumet.
Apalagi kalau melihat yang hijau-hijaunya dari rumput tetangga (the grass is always greener on the other side of the fence, isn't it?.
Itu dulu.

Kalau sekarang?
kadang-kadang jenuh juga. Lagian, siapa sih yang tidak pernah jenuh?
Tapi sebenarnya gak perlu. Toh kerjaan di rumah gak ada habisnya.
Anak-anak juga gak pernah ada capeknya berkelana dan mengembara kemana-mana.
Selalu aja kejadian menarik tiap hari.
Seperti kemarin ketika aku, Dimas, Damar dan anak-anak tetangga menemukan ular di taman sebelah rumah. Kami semua dengan senangnya menjerit-jerit. Sampai si ular lebih ketakutan dibanding kami, hehehe!
Karena hal itu akhirnya aku berbaikan dengan Ferrel, anak tetangga yang sering nge-bullying damar ^_^

Dan in case anything happen, aku pasti bisa melalui tantangan apapun dalam hidupku.
My parents and life itself had taught me well all these years. Insya Allah.

Ahhh! My life, my choices...
Tiap pilihan ada baik dan buruknya.
Jalani saja apa yang ada. Syukuri apa yang diraih. Terus berdoa dan berusaha.
Tetap jaga mimpi-mimpi yang ada di hati.
Apalagi yang bisa kita lakukan?

Dan semoga kita bisa menjadi sebaik-baiknya diri kita...


Kerendahan Hati (Taufik Ismail)

Kalau engkau tak mampu menjadi beringin

yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar,
tetapi belukar yang baik,
yang tumbuh di tepi danau

Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput,
tetapi rumput yang
memperkuat tanggul pinggiran jalan

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air

Tidaklah semua menjadi kapten
tentu harus ada awak kapalnya….
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu….
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri

Wednesday, October 22, 2008

Blank

My mind is blank.
Need to escape.
I miss my jogging track at Sabuga...
We Fly So Close (Phil Collins)

My harbour lights are fading fast soon they'll disappear
alone I sit in darkness hoping someone might come near
though I wait, though I try no one ever comes
and the feelings that I have flood over me
the river starts to run

We fly so close we fly so close
sometimes we fly too close

Every place you run to, everywhere you turn
there are places that you know you should not go
but some bridges just won't burn
all my life, though I try
I cannot change the past
and the ghosts that come back to haunt you
make you realize at last

We fly so close we fly so close
sometimes we fly too close we fly too close
My heart is racing much faster now
life passes before my eyes
some things I see, they make me smile
some things, they make me cry
so I look, so I try to find a lesson I can learn
the passing of time hasn't changed my mind
and the ghosts I know return

You know we fly so close
we fly so close
sometimes we fly too close
we fly too close

We fly so close, you and I sometimes
sometimes we fly so close
we'll never know how many times
we fly so close we fly so close

Monday, October 13, 2008

Breaking the silence

Friends, have you ever heard about this group?



Breaking the Silence (Hebrew: שוברים שתיקה‎ Shovrim Shtika) adalah suatu gerakan yang diprakarsai oleh veteran tentara Israel atau IDF (Israel Defense Force). Salah satu pendirinya adalah Yehuda Shaul, yang ikut diwawancarai dalam dokumenter Daniel Bunuel "Don't tell my mom that I'm in The Holy Land" yang kutonton hari Minggu 12 Oktober kemarin di National Geographics Channel.

Daniel berkunjung ke Gaza, Jerusalem dah Hebron. Di kota Hebron dia mengikuti sebuah tur yang dijuluki The Independent, sebuah kantor berita di Inggris, sebagai " The world's strangest guided tour".



Pemandunya adalah Yehuda Shaul, mantan tentara Israel yang dengan janggut, kippa beludru hitam and sandalnya terlihat seperti pemukim (settler) Yahudi lainnya. Para pemukim memanggilnya "Hamas with Kippa"








Selama tur, bahkan sejak masih di dalam bus, pemukim-pemukim Yahudi yang terekam kamera tim Diego tidak hentinya menghina Yehuda dan mengganggu anggota tur yang terdiri dari beberapa warga negara Amerika dan warga negara Israel dari kota Yerusalem. Polisi Israel tidak berbuat apa-apa dan hanya mengikuti jalannya tur sambil merekam dengan kamera. Setiap orang merekam orang lainnya. Polisi, pemukim, anggota tur dan cameraman Diego saling merekam satu sama lain. What a strange situation! Mungkin hal itu sebagai antisipasi jika terjadi sesuatu.


Perjalanan 'wisata' itu bermula di Shuhada Street, yang dulu adalah toko dan rumah-rumah penduduk Palestina dan sekarang menjadi settlers' security zone. Bangunan-bangunan tersebut sekarang telah dikosongkan, beberapa bagian depannya dilukis dengan bintang Daud ( Remind you of what happened during the holocaust, right?). Jalanan yang hanya boleh dilalui oleh pemukim dan militer Israel ini dulunya adalah jalan utama kota yang sebagian besar dihuni keturunan Arab.













Dengan tetap diikuti beberapa pemukim yang terus berteriak-teriak mereka melanjutkan perjalanan menuju rumah dua keluarga Palestina yang masih bertahan disana diantara ratusan pemukim Yahudi. Mereka adalah Abu Ayesha dan Abu Heikel. Anggota tur diajak berbincang-bincang dengan mereka. Tentang bagaimana penghinaan dan penganiayaan fisik sering mereka terima dari tetangga mereka yang Yahudi. Tentang fakta bahwa penting bagi mereka ketika Yehuda Shaul mengajak orang-orang Israel yang menjadi anggota tur untuk menjadi tamu di rumah mereka. Untuk menunjukkan kepada anak-anak mereka bahwa ada orang Yahudi yang tidak bermasalah dengan mereka.


Di dokumenter tersebut terlihat seorang Yahudi tua berteriak-teriak dari balkon rumahnya. Dan Abu Heikel hanya tersenyum sambil berteriak kepadanya, "Please, we have guests here!"


And that's Diego Bunuel story through his film about Hebron.


Ada beberapa hal yang kupikirkan sewaktu menonton episode holy land itu.

Bagaimana rasanya hidup sebagai orang palestina di tanahnya sendiri?
There are no jobs, there are no hope, there are no respect.
Anak-anak kecil berjalan ke sekolah dengan ancaman lemparan batu dan hinaan dari pemukim Yahudi.
Wanita dan orangtua tidak bisa mendapatkan ijin ke rumah sakit dan meninggal karena tidak mendapatkan perawatan medis yang diperlukannya (mungkin di Indonesia seperti datang ke rumah sakit dan disuruh pulang karena tidak dapat membayar...).
Supir truk dan pedagang harus menunggu berjam-jam di perbatasan dan ditembaki militer Israel hanya untuk mendapatkan suplai bahan makanan.

Dan dinding yang lebih tinggi dan lebih panjang dari tembok berlin sekarang memenjarakan penduduk palestina di halaman rumahnya sendiri.


And you said Palestinian are terrorists?


On the other hand,
aku teringat pernah mendengar di sebuah pengajian di Salman ITB, bahwa Yahudi itu musuh Islam.

Apakah benar demikian? Jew is not Zionist.

Bukankah tidak sedikit orang Yahudi di dalam maupun di luar negara Israel yang dibenci dan dihina bahkan dikucilkan oleh lingkungan (Yahudi)nya karena tidak takut mengkritik Zionisme seperti yang dilakukan Yehuda Shaul dan teman-temannya?
Bukankah tidak sedikit Yahudi dan western people yang disebut anti semit karena mendukung keadilan untuk Palestina?

Bukankah Mesir yang notabene negara dengan mayoritas penduduk Islam juga menutup pintu perbatasannya dengan Gaza?
Bukankah tenaga kerja wanita kita banyak mendapat siksaan dan pelecehan di negara-negara Timur Tengah yang memberlakukan hukum shariah?


Apakah kita Tuhan?
Kapankan kita bisa berhenti menyamaratakan semua orang?
Kapankah kita berhenti menghakimi semua orang?


Ketika melihat pemukim-pemukim Yahudi yang berteriak-teriak menghina dan membentak-bentak Yehuda Shaul dan teman-temannya aku teringat akan beberapa orang yang ada (juga) di Indonesia. Orang-orang yang atas nama agama merasa diri dan kelompoknya paling benar, yang tidak bisa mendengarkan orang lain, tidak bisa berdialog, menghalalkan kekerasan, bahkan memukul dan menendang anak-anak, wanita dan orangtua.


Not in my name, please! Not in my God's name.


I'm speechless.

It's a daunting process of writing... :(



No Peace Without Justice. Peace Not Apartheid.






Thursday, October 9, 2008

Back to Bintaro



Damar, sleeping in the car on the way to Jakarta.

Yup, finally we're here again! After 16 hours driving and couple of crying sessions by Dimas. 7.30 am from my mom's home and arrived at 11.30 pm. The distance between jakarta and Jogja (via jalur selatan) is 547 km.

Aku dan Dewo bergantian menyupir. Dari Jogja Dewo menyupir sampai jam 2 siang. Jam 12-an kita sempat berhenti di daerah Buntu dan makan siang. Dewo pesen mie nyemek. Ternyata lumayan enak =P

Kemudian aku yang menyupir selama 2 jam-an. Begitu Dimas nangis Dewo mengambil alih lagi. Sempat berputar-putar lama di Tasikmalaya karena Damar ngotot minta Mc Donald (Grrrr...).

Setelah maghrib baru masuk ke daerah Nagrek. I absolutely didn't want to drive here! Lumayan juga padat merayapnya. Bikin ketar-ketir sedikit. Tapi bikin emosi banyak karena ada aja mobil-mobil berplat B yang menyalip dengan tidak sopan dan gak sadar kalau bisa membahayakan orang lain.Huh...

Dulu waktu masih sekolah di Jogja atau liburan kuliah di Jogja aku sering sebal dengan mobil berplat B di Jogja. Kalau ada mobil ngebut atau menyelip seenaknya dari jalur kiri, hampir bisa dipastikan itu mobil plat Jakarta. Mungkin karena di Jakarta mereka selalu kena macet kali ya.

No hard feeling ya, mobil-mobil berplat B! =D

Di Rancaekek kita mampir di Borma buat beli kopi. Kebetulan Dewo dah teler jadi mau gak mau aku yang menyupir. Sedikit nekad membayangkan tol Padalarang dan truk-truknya. Tapi Bismillah aja deh!

Bener juga, di Padalarang aku sempet panik. Teriak-teriak ke Dewo yang (menurutku waktu itu) jadi navigatornya gak maksimal, hihihi...

Anyway, begitu sampai di Althia jam setengah duabelas malam rasanya lega banget. Lulus juga aku jadi supir AKAP, Antar Kota Antar propinsi. Total aku menyupir 250-an km, man! =)

So, here we are again. And the story goes on ^_^

Monday, October 6, 2008

Kenangan

Aku punya segudang kenangan.
Some were good, others were bad.
Beberapa tetap tersimpan, beberapa mulai atau sudah memudar.

Dan beberapa, in a funny way, selalu teringat. Untuk alasan yang baik atau buruk.

For example, kenangan sewaktu aku berumur 5 atau 6 tahun. Waktu itu aku bermain di ruang tamu rumahku di Samarinda, dan merasakan sesuatu di bawah telapak kakiku. Ternyata aku menginjak seekor cicak!

Cicak malang itu akhirnya terlepas setelah mengorbankan ekornya. Dan rasa ekor cicak yang terus bergerak di bawah telapak kakiku selalu teringat setiap kali aku meloncat karena melihat cicak dimanapun mereka berada.

Well, mungkin kecuali cicaknya di tv. Paling aku cuma merinding.Brrrr....I'd rather hug a snake than touch a cicak!
Terbayang kan waktu Damar ke Taman Safari untuk farewell playgroupnya, dan pulang membawa mainan cicak plastik sebungkus penuh?

Itu kenangan tentang si Cicak alias gecko.

Kenangan yang lain tentang bis kramat jati. Lho, kenapa bis kramat jati?
Ada dua cerita.

Cerita pertama cerita sedih. Waktu itu aku kuliah di Bandung dan my eks (eks apa? eks pejuang? eks-por impor? "hahahaha!" tertawa garing...) mau pulang ke jogja dengan bis yang berangkat dari dago tiap malam jam 7. Dia melarangku mengantarnya karena menurutnya aku lebih baik mengerjakan tugas awal praktikum Kimia Dasarku. Maklum, dia golongannya anak pintar nan rajin ber-IPK tinggi =P

Dasar aku orangnya stubborn, dari siang kukebut tugas awalku dan selesai maghrib. Langsung aku naik angkot ke Dago. Begitu turun dari angkot ternyata bisnya baru bergerak pergi. Dan aku cuma bisa melongo. Jadilah aku pacar ketinggalan bis!

Hahahaha...emang gak jodo...seperti yang terbukti kemudian ^_^

Cerita kedua tentang bis ini juga bersetting bis bandung-jogja.
Biasanya aku pulang naik kereta. Kalau uang kiriman masih banyak ya naik bisnis atau eksekutif. Tapi kalau lagi homesick berat dan out of money naik ekonomi sendirian pun beberapa kali kujalani. Entah kenapa waktu itu aku memutuskan naik bis pada saat-saat terakhir.

Akhirnya dapat kursi paling depan dekat pintu. Kebetulan teman di sebelahku cowok. Gak terlalu kelihatan karena bis memang gelap. Waktu mulai jalan aku mengeluarkan walkmanku, dia juga. Aku kedinginan dan mengenakan jaketku, dia juga. Ketika akhirnya aku mulai tertidur, kelihatannya dia juga. So far masih normal.

Sampai kemudian bis berhenti di rumah makan dan aku terbangun. Ternyata bahu teman perjalananku itu jadi senderan kepalaku.Ya Tuhan, malunya...
Akhirnya aku cuma bisa duduk sejauh mungkin sambil berharap dia gak sadar. Beberapa saat kemudian dia bangun, tersenyum dan bilang "Nggak turun?" dan aku cengengesan sambil menggeleng.

Sampai di Jalan Diponegoro Jogja jam 4 pagi. Dia bangkit dari kursi dan bilang "Duluan ya?"
Cowok baik!

And that's all! That's the story. Nothing special.
Why does it keep coming back to my mind? I don't know. Nggak perlu ada alasan kan?

They say memories can play tricks on you.

Jadi, apa kesamaan antara Si cicak, Si Eks dan Si Cowok Keren di bis?
Hehehe, only God knows!


"Catch a falling star, put it in your pocket, save it for a rainy day"