Sambil menunggu listrik yang pagi-pagi masih dangdutan berkat maintenance genset aku merapikan tumpukan di bawah meja komputer. Dan menemukan organizer hitam lusuh jaman kuliah.
Di halaman pertama ada catatan kuliah Etika Bisnis Pak Raka "You don't have to cheat to win" dan "There is no right way to do a wrong thing". Atau "If you always confronted with easy choices you don't build a character".
Catatan ini kutulis di balik skrap PTI dengan tabel berisi 'Prefabrikasi', 'Fabrikasi' dan 'Assembly'lengkap dengan CO Saw, Circ. saw, Planner, Jointer, Disc Sand, dan Drill Press-nya... :)
Di halaman-halaman selanjutnya ada beberapa coret-coretan tentang
"asistensi SISPROD-12.30"
"tenis bareng mas ganthang!!"
"PR MI chapt 9-10"
"PR Mankua (2 biji!)->tighten"
"tanding bola 97 vs 98, nonton?"
"April, 30, 2001..HAPPY B'DAY DEAR POEJI...asik, makan-makan!!!"
"May, 7, 2001...a half year!!"
Ah, aku mellow kronis sekarang ^^
Lalu beberapa lirik lagu :
'Dan' SO7, di bagian bawah kertas tertulis July 20, 1999 dan sebuah tempelan kulit kerang yang entah dari mana. Apa dari meru betiri ya?
'With You' Boyzz Bario, July 27 1999. Midnite song ketika belajar di Ciheulang.
'Meniti Pelangi' Andhien, 'Sendiri' Coklat, 'Nada Indah' Glenn, 'Kosong' Pure Saturday, 'We fly so close' Genesis, lagu-lagu KLA..
No wonder i was so messed up back then :)
Sebuah puisi yang kusalin dari buku puisi yang kubaca di perpustakaan British Council di ITB, my comfort zone selain meja-meja di lantai bawah Perpus, lapangan tenis depan SC Timur dan jogging track Sabuga.
Judulnya Night Physician.
I love the moon
sometimes as much as I love the sun.
The moon offers a place to hide-
the night rider who comforts me
when the sun has done with me.
Not always but more often than not
I am not quite sure
if the moon is friend or enenmy;
true, it does offer protection
from the public glare,
but it also locks me in myself,
makes me aware of how unimportant I am
and destroys all those high ideals I had.
That perhaps is where the moon becomes a true friend
for it reminds me of man's equality,
it breaks down fears and prejudices
and restores a man's belief in himself
and in his fellow man.
Night is the healer of the summer wounds
that patches up the sky
in readiness for the day.
Di halaman berikutnya sebuah puisi sisa-sisa patah hati yang kutulis di Jogja, Juni 2000.
Angin menerbangkanku sampai kesana
Alun-alun Suryakencana yang beku
semak-semak edelweiss yang tertidur
jejak setapak yang mengabur
Masih kudengar langkah-langkah kaki kita
berlari, melompati batu demi batu
menempuh satu tanjakan lagi
mencoba mengejar matahari
Lelah kaki, deru detak jantung,
kalah oleh inginku melihat keindahan Tuhan
yang selalu kelihat sambil mengenangmu.
Kita telah disana, sahabat tercinta.
Sungguh, Puncak Gede tak akan pernah seindah itu,
langitnya tak akan berwarna sebening itu,
matahari tak akan kurasakan sehangat pagi itu, 1 Agustus 1999.
Dan dirimu sahabat, tidak akan pernah lagi ada disampingku
seperti saat itu.
Perjalanan yang tidak ada akhirnya.
Dan ketika kita tidak lagi menolah ke belakang
yang kulakukan hanyalah mencoba mencapai puncak-puncak lainnya
menyelesaikan pendakian demi pendakian selanjutnya
dengan hanya berpijak di bumiku sendiri,
tanpa uluran tanganmu.
Dan angin kembali meniup wajah lelahku
menerbangkanku kesana
alun-alun suryakencana yang beku
semak-semak edelweiss yang tertidur
dan jejak setapak yang mengabur.
Geez..As cheesy as one two three ^^
Di bagian Address kubaca nama-nama familiar. Nomor telepon yang kalau ku-dial hampir pasti tidak akan diangkat oleh nama yang sama.
Artanti 022 -2516453
Cristin 022 -2501353
Deddy Wijaya 0274-864131
Erdhani 0274-868833
Estiworo Tyas 022 -2512737
Elis 021 -4714144
Gamet 022 -2509747
Ganthang 022 -2513407
Jupri 022 -6006328
May Sari 022 -6648168
Trisasi 0274-882639
Trisa 022 -2504366
Taryanto 022 -2503102
Wedha 022 -2515842
Di bagian finance, kutemukan post it kuning kecil dengan tulisan :
Kopi Papah 33.000
Makan makan 4.500
nelpon 600
Waktu itu tiap pulang ke Jogja aku selalu menelpon rumah dan nanya apa kopi papah masih ada. Biasanya aku membelikan kopi Arabica kesukaan Papah di sebuah toko kopi tua di daerah ABC. Bapak penjualnya pernah mengijinkan aku dan Papah masuk ke gudang penyimpanan dan pengolahan kopi yang remang dan harum.
Suatu hari kalau ke Bandung aku harus membeli kopi Arabika lagi..
Dan sekarang awan gelap di langit Balikpapan telah berubah menjadi hujan.
2 comments:
Halah, dadi kelingan jaman mbiyen ;p
Waktu itu semesta dunia kita cuma berpotongan sauprit. Ga pernah kenal banyak dengan temanku yang satu ini.
Masih inget kok pas kamu datang ke ciheulang or sadang serang dengan muka yang ditekuk itu ;p
Hahaha, muka ditekuk legendarisku ^^
Waktu itu masih naif, bro..
Post a Comment